Friday, February 13, 2009

The Curious Case of Benjamin Button





And in the end, it’s not the years in your life that count. It’s the life in your years.
—Abraham Lincoln



Bolehlah mengait-kaitkan kutipan kondang di atas dengan perjalanan hidup lelaki bernama Benjamin dalam film arahan sutradara David Fincher, The Curious Case of Benjamin Button. Bagaimana hidup Benjamin (Brad Pitt) terperangkap di dalam tubuhnya sendiri, lahir keriput seperti berusia 80-an tahun, tetapi berangsur muda seiring usia yang bertambah tua. Film yang diunggulkan dalam 13 kategori Academy Award 2009 ini beredar di bioskop Tanah Air mulai pekan ini.



Pertama, film yang diadaptasi dari cerita pendek karangan F Scott Fitzgerald (1922) ini ada baiknya diperlakukan sebagai film fantasi. Maka, bentuk-bentuk kemustahilan menjadi tidak terlalu perlu diperdebatkan. Fantasi itu yang justru menjadi tuturan utama penulis skenario Eric Roth.

Selain gagasan hidup mundur, semuanya tetap realis. Suasana kota, bangunan, gaya rambut, kostum, hingga tone warna gambar dibikin sesuai periode waktu. Mulai tahun 1918 saat berakhir perang dunia pertama, tahun 1941 ketika Jepang membombardir Pearl Harbour, hingga tahun 2000-an.

Fitzgerald sebetulnya terinspirasi Mark Twain yang mengatakan, hidup pasti lebih membahagiakan jika kita lahir pada usia 80 tahun dan makin muda hingga 18 tahun. Gagasan hidup mundur itu pulalah yang dicomot Fincher, Roth, serta produser Kathleen Kennedy, Frank Marshall, dan Cean Chaffin untuk difilmkan.

Namun, apakah benar membahagiakan, Roth justru ingin membalikkan gagasan yang tampaknya menyenangkan itu. Dalam catatan produksi film ini, Roth bilang, tidak ada bedanya kita hidup maju atau mundur, yang penting adalah bagaimana kita mengisi hidup. Sebuah pemeo klasik yang tetap asyik.





Kisah Benjamin

Adegan awal diisi dengan sebuah perbincangan akrab antara Daisy (Cate Blanchett) yang sakit parah dengan anaknya Caroline (Julia Ormond) di sebuah rumah sakit di New Orleans, Lousiana, pada tahun 2005. Percakapan diselingi suara hujan dan gemuruh petir di luar, sementara televisi menyiarkan munculnya badai Katrina.

Caroline membacakan buku harian Benjamin, dan dimulailah kisah Benjamin, yang lahir pada tahun 1918. Ayah Benjamin, Thomas Button (Jason Flemyng), tidak bisa menerima kenyataan anaknya lahir aneh dan menaruh bayi keriput itu di tangga Nolan House, sebuah panti manula. Benjamin dirawat Queenie (Taraji P Henson), perawat panti.

Sebelumnya dikisahkan pula tentang seorang pembuat jam bermata buta yang kehilangan anaknya di medan perang. Ia membikin jam dinding dengan jarum yang berdetak mundur, terbalik. Seandainya waktu bisa mengembalikan anaknya yang mati.

Cerita yang dituturkan dengan pendekatan sangat personal ini (seperti ketika Roth membikin skenario Forest Gump) memotret karakter Benjamin dengan utuh. Perubahan bentuk tubuh, bahasa tubuh, suara, hingga cara bertutur Benjamin diikuti dengan perubahan emosinya.

Butuh tujuh aktor untuk memerankan Benjamin, antara lain Peter Donald Badalamenti II, Tom Everett, Spencer Daniels, Chandler Canterbury, dan tentu saja Brad Pitt. Rias wajah yang detail mengubah wajah Pitt dari tua, makin muda, menyerupai Pitt yang sebenarnya, dan lebih muda dari Pitt yang sebenarnya. Penata rias Greg Cannom, termasuk satu yang diunggulkan dalam Academy Award 2009.

Selain penataan rias, kategori lain yang dinominasikan meraih Oscar, antara lain, sutradara, aktor, aktris pendukung, skenario adaptasi, dan sinematografi.






Soal waktu

Cerita tentang jam dengan jarum yang berputar mundur, kisah tentang hidup yang bertambah muda, kisah seseorang yang tujuh kali tersambar petir tetapi tidak kunjung mati, adalah sebuah perbincangan tentang bagaimana kita memandang waktu. Waktu menjadi sesuatu yang relatif.

Seperti ditulis Peter Russell dalam buku The Mystery of 2012 (2007), ia sepakat dengan pandangan bahwa ruang dan waktu bukanlah realitas yang kekal, dan ini sesuai dengan penjelajahan fisika modern yang ia pelajari.

Dalam film ini, waktu dikaitkan dengan takdir dan ketidakberdayaan manusia menghadapi waktu. Siapa dapat menahan laju waktu dan bertambahnya usia? Siapa mampu merangkai kebetulan demi kebetulan yang datang?

Dalam satu adegan, Benjamin mengandai-andai. Andaikan satu peristiwa bisa diatur. Andai Daisy tidak terlalu lama berganti pakaian saat pulang latihan menari, andai seorang penumpang taksi tidak menerima telepon dulu, andai..andai..., sesuatu tidak bakal menimpa Daisy.

Dan Kapten Mike (Jared Harris) pun berkata kepada Benjamin, ”Kamu bisa saja menghindari takdir, tapi akhirnya kau harus merelakannya.” Sampai di sini, film ini bisa diperlakukan bukan sebagai film fantasi.



2 comments:

Bang Mupi said...

ADegan pengandaian termasuk adegan favorit gua disini.
Salam kenal

Alay Qid said...

kayaknya menarik..
thanks for review it..